Minggu, April 05, 2009

Penyelesaian Operation Research Problem menggunakan Algoritma Lingo/Lindo

LINDO (Linear, Interactive, and Discreate Optimizer) merupakan suatu software yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi. Lingo menggunakan syntax yang cukupsederhana dalam penulisan program. Fungsi tujuannya cukup dengan menuliskan MAX untuk mencari nilai maksimum atau MIN untuk mencari nilai minimum dari suatu permasalahan optimasi. Berikut adalah contoh program lindo yang digunakan untuk menyelesaikan problem 3.4-15 dari buku hillier, liberman. “Introduction to Operations Research, 7th Edition” 3.4-15. The Weigelt Corporation has three branch plants with excess production capacity. Fortunately, the corporation has a new product ready to begin production, and all three plants have this capability, so some of the excess capacity can be used in this way. This product can be made in three sizes—large, medium, andsmall—that yield a net unit profit of $420, $360, and $300, respectively. Plants 1, 2, and 3 have the excess capacity to produce 750, 900, and 450 units per day of this product, respectively, regardless of the size or combination of sizes involved. The amount of available in-process storage space also imposes a limitation on the production rates of the new product. Plants 1, 2, and 3 have 13,000, 12,000, and 5,000 square feet, respectively, of in-process storage space available for a day’s production of this product. Each unit of the large, medium, and small sizes produced per day requires 20, 15, and 12 square feet, respectively. Sales forecasts indicate that if available, 900, 1,200, and 750 units of the large, medium, and small sizes, respectively, would be sold per day. At each plant, some employees will need to be laid off unless most of the plant’s excess production capacity can be used to produce the new product. To avoid layoffs if possible, management has decided that the plants should use the same percentage of their excess capacity to produce the new product. Management wishes to know how much of each of the sizes should be produced by each of the plants to maximize profit. (a) Formulate a linear programming model for this problem. (b) Solve this model by the simplex method. dari hasil program tersebut terdapat tiga hasil yaitu Objective Function Value, Objective Coefficient Ranges dan Righthand Slide Ranges. 1. Objective Function Value Merupakan hasil optimal dari program LINDO. Dari penyelesaian diatas didapatkan hasil 597600 yang sebenarnya diperoleh dari substitusi nilai X1,X2,….,X9 pada Z = 420 (X1 + X2 + X3) + 360 (X4 + X5 + X6) + 300 (X7 + X8 + X9) jadi Z = 420 (557.1429 + 342.8571 + 0) + 360 (0 + 30.47619 + 329.5238) + 300 (0 + 295.2381 + 4.761905) = 597.600 reduce cost adalah seberapa besar kenaikan laba (untuk fungsi maksimasi) atau penurunan biaya (untuk fungsi minimasi) agar fariabel keputusan yang bernilai nol pada hasil optimum menjadi bernilai positif. Jadi variable yang bernilai nol merupakan variable keputusan yang tidak terpakai pada formulasi tersebut. Untuk menjadikan veriabel keputusan yang tidak terpakai pada menjadi terpakai, nilai original value variable keputusan harus ditambah reduce cost. Dual prices adalah pertambahan nilai optimal sebesar dual prices apabila pada baris tersebut nilai RHS-nya ditambah ! unit. Pada Slack dan dual prices fungsi kendala aktif bila dual prices mempunyai nilai dan slack bernilai nol, artinya tidak ada slack yang terjadi. Sebaliknya bila fungsi kendala mempunyai slack bernilai positif kita sebut kendala non aktif. Dual prices adalah pertambahan nilai optimal sebesar dual prices apabila pada baris tersebut nilai RHS-nya ditambah ! unit. 2. Objective Coefficient Ranges Objective Coefficient adalah besarnya nilai variable keputusan pada fungsi tujuan. Range disini diartikan sebagai rentang koefisien fungsi tujuan tanpa perubahan hasil optimal variable keputusan. Pada Objective Coefficient terdapat colom variable keputusan, kemudian koefisien fungsi tujuan yang sekarang(current coeff) serta allowable increase/decrease(max/min penambahan/pengurangan). 3. Righthand Slide (RHS) Ranges RHS adalah sumber daya (resources) atau permintaan (demand) pada persoalan linear programming.
bersamboong broo........
ke Penyelesaian Pake' metode SIMPLEX

Senin, Februari 23, 2009

SUCCESS STORY OPERATION RESEARCH MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX SIGMA

Pendekatan Lean Six Sigma di POSCO POSCO berhasil menjadi produsen baja global dunia melalui implementasi Lean Six Sigma. Bagaimana kisah sukses mereka? Berikut ini adalah ulasan singkatnya. Perusahaan baja POSCO mengalami privatisasi pada tahun 2000. Saat itu, keunggulan biaya rendah mereka tersaingi oleh pesaing yang muncul dari daerah lain, terutama Cina, apalagi perekonomian Korea saat itu sedang melemah. Namun, ini tidak melonggarkan target POSCO untuk menjadi produsen lokal berbiaya rendah menjadi produsen global dengan value-added. Ini memicu perusahaan untuk berkomitmen menggunakan Lean Six Sigma untuk melakukan transformasi pada perusahaan dan menciptakan mindset yang market-driven di seluruh penjuru perusahaan. Awalnya, bagian R&D menolak ide implementasi Lean Six Sigma karena merasa pendekatan ini terlalu ‘Barat’ bagi perusahaan Asia. Namun setelah sesi pelatihan, opini ini mulai berubah. Manajemen senior justru mengirim para teknisi untuk melakukan riset pada konsumen, sehingga diskusi yang mendalam menghasilkan ide solusi yang inovatif. Nyatanya, setelah menganalisa input dari pelanggan, potensi pasar dan kemampuan perusahaan, maka ditemukan dua pasar yang paling berpotensi bagi perusahaan, yakni perkapalan dan otomotif. Manajemen senior kemudian berusaha menyelaraskan seluruh penjuru organisasi dengan kedua prioritas ini. Proyek yang tidak berkontribusi kepada value-added dibatalkan. Melalui Lean Six Sigma, maka perusahaan diharuskan untuk memperhatikan kebutuhan konsumen terus menerus. Perubahan model bisnis yang fokus ke perkapalan dan otomotif juga menghasilkan inovasi produk dari POSCO. Misalnya, mereka berhasil menciptakan baja yang anti karat meskipun ada di air laut. Selain itu, mereka juga menciptakan 21 jenis baja berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan industri tertentu. Analisis Six Sigma menunjukkan, bahwa meskipun Cina adalah produsen baja terbesar dunia, namun terdapat gap antara kemampuan produksi dan permintaan di negara tersebut. Sehingga, memberi kesempatan bagi POSCO, yang pada akhirnya melakukan ekspansi ke Cina dengan melakukan 14 joint venture dan berinvestasi menjadi 14 pada 2003. Selain itu, pendekatan ini juga membantu POSCO dalam mencapai tujuan lain, yakni melindungi alam Korea. Selama Perang Korea, alam mereka banyak yang rusak, dan seringkali perusahaan melupakan dampak tindakan mereka terhadap lingkungan. Melalui pendekatan Lean Six Sigma, perusahaan menciptakan proses yang mampu mengeliminasi polutan. Pendekatan Lean Six Sigma telah memungkinkan POSCO untuk mencapai targetnya sebagai produsen global dengan value-added pada 2005. Mereka juga kini merupakan produsen baja ketiga terbesar dunia dan tercatat punya efisiensi dan profitabilitas tinggi. World Steel Dynamics bahkan mengukuhkan mereka sebagai "Perusahaan Baja Terkompetititif di Dunia" selama tiga tahun berturut-turut.
ScottishPower dan Implementasi Lean Six Sigma Lean Six Sigma tidak hanya mendorong terjadinya fokus terhadap pelanggan dan proses yang lebih baik, melainkan juga turut membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi perusahaan. Berikut ini adalah kisah sukses ScottishPower, perusahaan energi terbesar di Skotlandia, dalam mengimplementasikan Six Sigma. Tahun 2001, ScottishPower mulai kehilangan pangsa pasar akibat deregulasi pada sektor ritel energi di Inggris. Pemerintah yang bertanggung jawab terhadap supply energi yang aman dan andal mulai melakukannya setelah adanya keluhan dari konsumen. Citra pendekatan Lean Six Sigma yang identik dengan perusahaan manufaktur tidak menghalangi ScottishPower untuk turut mengadopsi pendekatan tersebut. Mereka bertujuan untuk mendorong inovasi dalam bisnisnya yang berbasis pada layanan. Usaha pertama mereka adalah mengadakan departemen ‘Business Transformation’ serta memberikan pelatihan bagi ratusan karyawan. Apa yang dilakukan Lean Six Sigma pada ScottishPower?Melalui pendekatan Lean Six Sigma, mereka dapat menemukan sumber ketidakpuasan pelanggan. Belakangan ternyata diketahui bahwa sebagian besar pelanggan hilang karena mereka pindah rumah. Ketika pelanggan memutuskan layanan, customer service langsung memutusnya begitu saja, tanpa mempertimbangkan kemungkinan bahwa penelpon butuh layanan di tempat lain. Ketika Lean Six Sigma berhasil menemukan sebab dari tergerusnya pangsa pasar ScottishPower, mereka mengubah proses yang akan mentransfer panggilan pelanggan ke advisor yang kemudian akan menawarkan layanan di tempat tinggal baru mereka. Bahkan, terdapat insentif financial bagi customer service yang melakukan transfer. Sehingga, kini melalui Lean Six Sigma, perusahaan berhasil menutup kelemahan dengan mendesain proses baru yang memungkinkan tim penjualan untuk mendekati penduduk-penduduk baru di alamat yang mereka tuju. Sehingga, bukannya kehilangan pelanggan, namun potensi penjualan justru meningkat. Awalnya, ScottishPower meluncurkan sebanyak 130 proyek Lean Six Sigma. Aktivitas lainnya termasuk menggalakkan kampanye pemasaran yang meningkatkan penggunaan pembayaran debet sebesar 14 persen, hingga proses pendaftaran yang disederhanakan yang mendongkrak akuisisi pelanggan sebanyak 20 persen. Pendekatan Lean Six Sigma ini berhasil membantu ScottishPower dalam meningkatkan jumlah pelanggannya dari angka 3.2 juta orang menjadi 5.1 juta orang hanya dalam kurun waktu 4 tahun, yang berarti 40,000 orang pelanggan baru tiap bulannya selama periode tersebut. Ini sungguh kontras dengan tren melemahnya jumlah pelanggan pada pesaing-pesaing ScottishPower. Apalagi mereka bersaing merebutkan pasar rumah tangga dengan jumlah yang relative stabil. Melalui pendekatan Lean Six Sigma, Scottish Power telah merealisasikan tambahan pendapatan dan penghematan biaya sebesar $170 juta